Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel ) Syahrul Yasin Limpo mengaku jengkel dengan ulah pengungsi Rohingya yang kini berada di Makassar. Secara gamblang dan blak blakan, ia mengungkapkan kejengkelannya menanggapi ulah mereka yang dinilainya tak tahu diri.
“Aku tidak suka itu pengungsi. Ngapain dia di sini?. Kalau dia (para pengungsi) pindah dari sini (Makassar, Sulsel) saya lebih suka,” tegas Syahrul, Selasa, 1 Juli 2017 lalu sebagaimana diberitakan sulselsatu.com.
“Saya tidak tahu bagaimana mau ucap-bahasakan ini, tapi saya tidak suka,” tambahnya.
Bagi Syahrul, para pengungsi yang ada di Makassar sangat merepotkan. Apalagi di mata Syahrul, mereka hanya pengganggu tatanan pemerintahan.
“Ngapain demo-demo di sini. Kalau mau merusak di daerahmu (atau) negaramu sendiri. Kok bikin susah kita di sini. Kalau tidak suka di sini pindah aja,” kata Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia itu.
Sebagaimana diberitakan, pengungsi Rohingya menuntut persamaan hak dengan warga setempat (WNI) pada aksi unjuk rasa yang mereka gelar di depan kantor Bosowa.
PBB sudah mengatakan semua manusia punya hak yang sama, pengungsi di negara lain hanya 2 sampai 3 tahun sudah mendapatkan hak yang sama, sementara kami di Indonesia sudah 7 tahun tapi belum mendapatkan hak itu,” kata koordinator aksi Muhammad Alam.
Mereka meminta pemerintah Indonesia menyamakan dengan negara lain dimana pengungsi hanya 2 sampai 3 tahun sudah mendapatkan hak yang sama. Mereka juga menuntut kejelasan akses dibidang pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya seperti masyarakat setempat.
“Kalau memang tidak bisa, tolong kembalikan kami di negara asal, atau negara lain seperti Amerika, New Zealand, Australia, Canada atau negara dimana hak semua manusia sama,” ujarnya.
Selama di Indonesia mereka merasa menerima siksaan meski bukan siksaan fisik sebagaimana yang mereka alami di negara asalnya. Mereka merasa tersiksa dengan dibatasinya tindak-laku hidup mereka.
“Kami tidak diizinkan bersekolah laiknya masyarakat setempat. Padahal kami butuh sekolah, orang tua kami dilarang bekerja apalagi mendapat upah dari kerja. Terus orang tua kami mau beri nafkah bagaimana? Kami dilarang menggunakan kendaraan kecuali sepeda. Kami dilarang keluar di atas jam 10 malam,” tutur Azizah, salah satu pengungsi Rohingya
“Hidup kami tidak tentram di Indonesia. Nilai kemanusiaan yang kami harapkan tidak kami dapatkan di sini. kami minta untuk dipulangkan atau dipindahkan ke negara ke Tiga melalui perwakilan PBB UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) kerjasama kantor Kemenkumham (Kementrian Hukum dan HAM) tapi samapai saat ini (data) kami
belum diproses,” ucapnya.(*)
Sumber: Satuislam