Kamis, 01 Juni 2017

Masih Ingat Bayi Pajero Sport? Dia Akhirnya Dapat Hadiah ini dari Mitsubishi Indonesia!

Masih ingat si bayi Pajero Sport?
Perwakilan Mitsubishi di Indonesia akhirnya berhasil menemui Muhammad Muis, pria yang memberi anaknya nama Pajero Sport itu.
Pertemuan itu diwakili oleh PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI), selaku distributor resmi Mitsubushi Indonesia.
Head of PR & CSR MMKSI Intan Vidiasari dan tim menemui keluarga bayi laki-laki bernama Pajero Sport itu di kediaman mereka daerah Pamulang, Tangerang Selatan, (1/6/2017).
Langkah ini menjadi simbol ucapan terima kasih perusahaan yang sudah menjadikan nama SUV favorit itu sebagai bagian dari anggota keluarga.
”Kami dari MMKSI sangatlah bangga bisa menjadi bagian dari kehidupan keluarga pak Muis, dimana popularitas dari pajero sport dapat sedemikian berpengaruh dalam kehidupan keluarga Indonesia, sehingga menjadi pilihan nama bagi kelahiran anak kesayangan,” kata Intan, dikutip dari Kompas.com.
Muis menceritakan, ia sangat ”ngefans” dengan Pajero Sport model terbaru, terutama bagian 'breaklamp' belakang.
Ketika sedang berada dalam perjalanan di atas motornya, Muis menyempatkan diri memandangi kendaraan favoritnya ini.
Hingga tiba saat kelahiran putra keempat, (26/5/2017), dalam perjalanan dia memikirkan nama untuk sang putra, lalu terlintaslah nama "Pajero Sport" yang kemudian dimantapkan sebagai nama anaknya.
”Harapannya, putra kesayangan bisa memiliki karakter tangguh, keren, dan kuat menghadapi kehidupannya, just like the character of Pajero Sport. Meski banyak pihak yang meragukan nama tersebut untuk menjadi nama seorang anak, Pak Muis sudah mantap dengan pilihan nama tersebut dan tidak punya keinginan untuk mengubahnya,” ujar Intan.
MMKSI pun memberikan tanda apresiasi bagi keluarga Muis, karena ini merupakan pertama kalinya, ada keluarga yang menamakan sang anak dengan dua suku kata produk "Pajero - Sport" yang menandakan kecintaan yang mendalam akan produk tersebut.
Ditambah lagi, dengan viralnya nama tersebut di seluruh Indonesia, dianggap sebagai sesuatu yang sangat spesial bagi MMKSI.
”Kami juga ingin mengajak keluarga pak Muis untuk dapat mengenal lebih dekat kendaraan favorit beliau, agar semakin 'ngefans' lagi dengan Pajero Sport,” kata Intan.
Lalu, apa tanda apresiasi dari Mitsubishi ke Muis?
Ternyata bukan Mitsubishi All New pajero sport sesungguhnya.
Namun Intan mengatakan sudah memberikan perlengkapan bayi yang memang saat ini sedang dibutuhkan ”Pajero Sport”.

WOW....LUAR BIASA .. Sempat Diprotes, Muis Keukeuh Namakan Anaknya Pajero Sport

Tangerang Selatan - Pasangan Muis Iskandar dan Noviyanti memberi nama anaknya dengan nama sebuah mobil SUV dari Mitsubishi, yaitu Pajero Sport. Nama Pajero Sport yang diberikan pada anak keempat Muis dan Noviyanti ini sempat menuai protes oleh keluarga kedua belah pihak saat baru lahir.

Pria asal Lampung yang masih kental dengan logat Sumateranya tersebut bercerita kepada detikOto soal nama Pajero Sport untuk anaknya saat detikOtoberkunjung ke rumahnya yang sederhana, dan dipenuhi canda tawa dengan ketiga anaknya yang lain.
Sempat Diprotes, Muis Keukeuh Namakan Anaknya Pajero Sport

"Memang sudah kita siapkan namanya. Terus pas kita bawa pulang dari Rumah Sakit Sumber Waras, pada ribut, kok mau dikasih nama mobil (Pajero Sport). Ya enggak apa-apa, kata saya. Banyak yang komen semua di situ, ada mertua, ipar-ipar saya itu, itu nama benda katanya jangan nama itu. Kata saya, udah pokoknya kasih nama itu saja," ujarnya saat berbincang dengan detikOto, di rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan.
Nama Bayi Pajero Sport

Namun keraguan tersebut hilang seketika. Bahkan keyakinannya memberi nama Pajero Sport pada sang anak keempat jadi lebih kuat, saat perjalanan pulang ke rumah, dari rumah sakit.

"Di jalan ketemu Pajero, sudah mau pulang ke rumah. Tambah yakin, Pajero-nya banyak, enggak cuma satu-dua. Sudah gitu pas di lampu merah Lebak Bulus kan ada kayak TV yang besar itu, Pajero lagi iklannya. Begitu saya sampai di sini (rumah), sudah saya telepon istri saya, nama Pajero Sport aja," kata Muis, seraya tertawa.

Muis dan Novi mempunyai empat orang anak. Kata Muis, baru anak ke empat ini yang diberikan nama sebuah mobil yaitu Pajero Sport.

"Anak pertama sudah sekolah 16 tahun, yang kedua SD, yang ketiga masih kecil," pungkasnya.

"Saya kasih nama Pajero Sport kan, saya artikan biar gagah, tangguh dan siap di segala medan. Jadi biar anak ini setangguh Pajero Sport," ujarnya.

Nama bayi Pajero Sport sempat viral di jagat maya. Diler Mitsubishi di Purwokerto, Mitsubishi Sun Motor, merilis sebuah foto nama anak keempat Muis Iskandar dan Noviyanti dengan nama SUV andalan Mitsubishi, Pajero Sport. 

Bahkan, nama bayi ini menyita perhatian internal Mitsubishi Indonesia. Internal Mitsubishi Indonesia meminta bantuan masyarakat untuk menemukan si bayi imut Pajero Sport.

"Barangsiapa yang mengetahui informasi valid dan nomor kontak sang bayi bernama Pajero Sport yang lahir Rabu Legi, 26 April 2017, Putra Ke-Empat dari orangtua Bapak M Muis Iskandar dan Ibu Novi Yanti, mohon menghubungi Mamabishi ya, karena Mamabishi pingin ketemu langsung mengucapkan selamat dan menyampaikan terimakasih 🙏🏻❤️ Makasiiiii sebelumnya 👋🏻👋🏻," demikian tulis Head of MMC Public Relations Department PT KTB Intan Vidiasari saat detikOto melihat akun sosial medianya. (khi/rgr)

sumber; oto.detik.com

Demi Ngaji ke Gus Mus, Ngontel Kediri-Rembang

Rembang, santrionline
Jarum jam menunjukkan pukul 08.00 WIB ketika seorang santri dari Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur bernama M Rizki Wahyudin (22) mulai mengayuh sepeda pancalnya menuju Rembang, pada Jumat 26 Mei 2017.

Berbekal uang saku Rp15.000, remaja bersapaan akrab Wahyu, memantapkan diri bertarung dengan terik matahari untuk mewujudkan kehendaknya, mengaji kepada sang idola, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh.
Bagi dia yang kelahiran Lampung Selatan pada 4 Juni 1995, bersepeda jauh, bukan hal baru. Namun cukup sejauh Kediri-Jombang. Sementara ngontel dengan jarak sekitar 227 kilometer ke Rembang, baru kali ini dilakoni. Terlebih dengan bekal seadanya.

“Saya ngefans dengan Gus Mus dan Mbah Moen (KH Maimoen Zubair, Sarang). Sulit mencari ulama seperti beliau dalam hal berdiri tegak di tengah kelompok kanan dan kiri,” kata Wahyu kepada mataairradio.com, setelah sampai di Leteh, Senin (29/5/2017) dini hari.

Ia yang Kelas II Tsanawiyah di Lirboyo sempat mengontak orang tuanya di Lampung Selatan, sebelum berangkat ke Rembang. Berpamitan dan meminta tambahan kiriman uang saku. Izin dikantongi, tapi permintaan keduanya tak langsung dipenuhi.

“Santri di Lirboyo bebas mengaji kemana ketika libur Tsanawiyah. Begitu mantap, saya sowan ke kiai bareng teman-teman. Sempat kontak juga orang tua. Pamit dan minta uang saku, tapi nggak langsung dikirim. Akhirnya tetap berangkat dengan bekal Rp15.000,” katanya.

Bagi remaja Kampung Merambung Kecamatan Penengahan ini, bekal utama di kehidupan ini adalah keyakinan. Yakin atas kuasa Allah. Maka dari itu, ia pun makin mantap menggenjot pedal sepedanya, hingga pukul 10.00 WIB, tiba dirinya di Tambakberas, Jombang.

“Jam 8 pagi saya berangkat dari Lirboyo. Dua jam perjalanan bersepeda secara santai, jam 10 sampai Jombang. Saya Salat Jumat di Masjid Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Sekitar jam 2 siang saya berangkat lagi ke arah Babat Lamongan,” tuturnya.

Hujan deras mengiringi kayuhan ontel sepeda Wahyu menuju Babat yang diarunginya dalam tujuh jam. Meski bermantel, ia menyatakan merasa kedinginan. Pukul 21.00 WIB, ia mampir di sebuah warung nasi di Babat untuk membungkus bekal makanan buat sahur.

“Tetapi akhirnya menginap di tempat teman komunitas sepeda. Dikasih makan. Saya bermalam hingga sahur. Pukul 08.00 WIB, saya baru mulai mengontel lagi meninggalkan Babat. Iya, dalam kondisi puasa,” tuturnya.

Setelah sekitar dua jam lebih perjalanan, ia sampai di Tuban. Ia beristirahat di Masjid Agung Tuban sebelum kemudian berziarah di Makam Sunan Bonang di Tuban. Wahyu mengaku baru melanjutkan lagi perjalanan dari Tuban menuju Rembang pada sekitar pukul 15.00 WIB.
“Saya lalu mengayuh lagi sepeda ontel ini menuju Sarang. Sempat istirahat di RM Simpang Raya untuk buka puasa. Tak disangka, alhamdulilLah diberi kemurahan setelah sang pemilik tahu sepeda saya dan tanya-tanya ke saya. Jam 7 malam saya bergerak lagi dan sampai Sarang jam 10 malam hari Sabtu,” terangnya.

Sesampainya di Sarang, ia bertemu dengan sesama teman santi dari Lirboyo. Hatinya saat itu mulai berbunga, setelah mendapat kabar bisa sowan ke Mbah Moen pada keesokan hari usai Salat Asar, dan akhirnya bisa bertemulah Wahyu dengan ulama sepuh tersebut.

“Mbah Moen ini dahulu mengaji, nyantri juga di Lirboyo. Mbah Moen bahkan pernah ketemu dengan generasi 1910, atau awal pendiri Lirboyo, Jadi secara sanat keilmuwan, dekat dengan para pendahulu. Namun pada Puasa tahun ini saya ingin mengaji kepada Gus Mus, yang juga alumnus Lirboyo,” katanya.

Selepas berbuka Puasa dan Salat Magrib, alumnus MAN Pandeglang Banten tahun 2013 ini kembali melanjutkan perjalanan ke Rembang, dalam guyuran hujan. Baru sampai di Lasem, ia sempat mengira sudah tiba di Rembang, lantaran sistem pemandu arah di genggamannya menunjukkan rujukan berbeda.

“Sempat bingung karena GPS di ponsel saya menunjukkan arah yang berbeda yaitu arah Blora. Tapi saya tanya sopir di dekat MAN Lasem dan diarahkan untuk menuju Alun-alun Rembang yang jaraknya sekitar 12-13 kilometer dari sini,” kata remaja yang baru tiga tahun ini mondok di Lirboyo. Hingga akhirnya sekitar pukul 03.00 dini hari Senin, 29 Mei 2017, ia mencapai Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang. Di tasnya berisi beberapa potong pakaian, matras, kompor, dan kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghozali yang diajarkan Gus Mus pada Ramadan 1438 Hijriah ini. “Sepeda ontel ini milik teman, yang alhamdulillah boleh saya pinjam. Katanya, sepeda ini bikinan Swiss. Iya sengaja saya kasih bendera Lirboyo dan Merah Putih. Biar kelihatan kalau saya perjalanan jauh serta lambang cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus untuk mengenalkan Lirboyo,” katanya.

Di Rembang, ia berniat mengaji kitab tersebut kepada Gus Mus sampai hatam. Seusainya nanti, ia akan kembali pulang ke Lirboyo. Namun petualangannya ini belum kelar karena tekadnya mengaji juga kepada Habib Lutfi Pekalongan, Mbah Dim Kaliwungu, dan Mbah Moen Sarang, di kesempatan mendatang.

“InsyaAllah pulang juga akan bersepeda. Jika menurut survei orang bersepeda itu bahagia, maka survei itu benar. Saya merasakan. Soal mengaji, pesantren adalah pilihan terbaik. Sebab akan kita dapatkan ilmu agama yang murni. Dengan begitu, paham-paham radikal dan menyimpang, akan tertolak sendirinya,” pungkasnya.

Penulis: Pujianto
Editor: Pujianto
Sumber:mataairradio.com

3 Habaib ini Disebut Gus Dur Sebagai Paku Bumi-nya Jakarta

Pernah berkata, Almarhum Birrahmatil Hayyil Qayyum, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat berpidato di PP. al-Fachriyah, sekitar tahun 1994: “Di Jakarta ini, sebagai Pakunya ada tiga. Mereka itu auliya’ minal aqthab wasshalihin (para wali Allah, termasuk pemimpinnya para wali dan orang-orang shaleh). Bersyukur kepada Allah adanya mereka di kota ini, terasa aman dan jauhnya segala marabahaya di kota ini. Semua Allah hindarkan berkat adanya mereka. Tiga mereka itu adalah:


1. Al-Habib Husein bin Abubakar Alaydrus Luar Batang, dengan kekeramatannya yang luar biasa.
2. Al-Habib Utsman bin Yahya Mufti Betawi, dengan kitab-kitabnya.


3. Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang, dengan dakwahnya.

Di masa mereka, hidup saja orang-orang bahagia di dekatnya. Beruntunglah kalian ahli Jakarta.”

Di kesempatan lain, saat Gus Dur menghadiri acara haul ketiga almaghfurlah KH. Ilyas bin H. Kenan, pendiri Pesantren Yayasan Pendidikan Islam al-Kenaniyah Jl. Pulo Nangka Barat II Kayu Putih Jakarta Timur mengatakan: “Mari kita bacakan al-Fatihah kepada para almarhum yang menjadi ‘pelindung’ kota Jakarta. Yaitu Pangeran Jayakarta (Habib Ahmad), Habib Abdul Halim Marunda, Habib Husein Alaydrus Luar Batang, seorang habib yang sempat berdomisili di Kebon Jeruk dan Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang.”

Gus Dur menambahkan: “Ada satu hal yang paling penting. Kita boleh-boleh saja berbeda cara, berbeda pendapat, berbeda jalan, tapi perasaan kita tetap sama. Ini penting sekali. Saya terus terang saja ikut tahlil di sini, kira-kira 30 persen bacaan tahlilnya saya tidak tahu. Karena di Jawa Timur tidak begitu.”

Dan banyak yang tidak tahu, ternyata Gus Dur pernah mengaji lagsung epada Habib Ali Kwitang. Sebagaimana yang didengar langsung oleh Ustadz Antoe Djibril dari Gus Dur sewaktu di daerah Comal. Beliau bilang begini: “Saya ini biar begini pernah merasakan baca kitab di hadapan seorang ulama kaliber dunia, yaitu Habib Ali Kwitang. Walaupun itu ya cuma kitab tipis tetapi tabaruk bermuwajahahnya yang tiada duanya.”

Habib Alwi Alatas mengatakan: “Tidak ada sosok kiai yang cinta terhadap habaib seperti Gus Dur. Jadi tirulah Gus Dur, maqamnya diangkat sebab cinta beliau kepada habaib.”

Disadur dari Tulisan Sya’roni As-Samfuriy

Sumber : muslim moderat